Tuesday 5 February 2013

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN POST HERNIOTOMY AKIBAT HERNIA INGUINALIS LATERAL




A. Konsep Dasar
1. Definisi
a. Hernia
1) Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang normal melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat (C.Long, Barbara, 1996 : 246 ).
2) Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat,yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer dkk, 2002 : 313 ).
3) Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004: 523 ).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan suatu organ atau struktur organ yang normal melalui kongenital atau yang didapat karena kelemahan otot perut.
b. Hernia Inguinalis Lateral
1) Hernia inguinalis lateral adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak disebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar kerongga perut melalui anulus inguinalis eksternus ( Mansjoer dkk, 2002 : 314 )
2) Hernia inguinalis lateral merupakan penonjolan yang keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus ( Sjamsuhidayat, 2004 : 527 ).
3) Hernia inguinalis yaitu berkenaan dengan lipat paha, saluran tubuler melalui bagian bawah dinding anterior abdomen dan letaknya sejajar serta sedikit diatas ligamentum inguinale.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Hernia inguinalis lateral adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus.
c. Herniotomi
Herniotomi adalah pembesaran kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. (Sjamsuhidayat, 2004 : 531 )
d. Post herniotomi
Keadaan setelah dilakukan pembedahan hernia sampai kelehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong
2. Anatomi fisiologi Region Inguinalis
Kanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh anulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia transpersalis dan aponeurosis m.tranversus abdominis. Dimedial bawah, diatas tuberkulum tubkum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis m.oblikus eksternus. Atapnya adalah aponeurosis m.oblikus eksternus, dan didasarnya terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi tali sperma pada lelaki, dan ligamentum rotundum pada perempuan.
Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis (Sjamsuhidayat, 2004 :526).
a. Pada Pria
1) Fenikulus spermaticus
2) Vasa spermatika
3) Proccesus vaginalis peritoni
b. Pada wanita
1) Ligamentum Rotundum












Gambar 2.1
Dinding abdomen dilihat dari depan/ (Region kanalis inguinalis)
(Sumber: Sjamsuhidayat, 2004: 527).
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritoneum kedaerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut namun dalam beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka.Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan (Mansjoer dkk, 2002 : 314).

3. Etiologi
Hernia ingunalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat. Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum.Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah :
1). Adanya prosesus vaginalis yang terbuka
2). Peninggian tekanan didalam rongga perut
3). Kelemahan otot dinding perut karena usia.

4. Patofisiologi
Pada hernia inguinalis lateral bahwa apabila ada defek integritas dinding otot pada ligamen inguinal disertai dengan adanya tekanan intra abdominal (tekanan intra abdominal ini disebabkan kegemukan, hamil, mengangkat benda berat, mengejan saat defekasi, atau trauma benda tumpul.
Herniotomi harus dilakukan apabila cincin hernia memutuskan suplai darah pada segmen hernia. putusnya suplai darah ini karena cin cin hernia menjepit segmen hernia ( Luckman & Sorensens, 2000: 1658).
5. Manifestasi Klinis
Pasien mengatakan turun berok, burut, atau klingsir, atau mengatakan adanya benjolan diselangkangan atau kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur, dan bila menangis, mengejan, atau mengangkat benda berat dan bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali.
Bila telah terjadi kompliksi dapat ditemukan nyeri. Keadaan umum pasien biasanya bak, bila benjolan tidak nampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. bila ada hernia maka akan tampak benjolan. (Mansjoer et al, 2000: 314).
6. Manajemen medik secara umum
Penatalaksanaan medik secara umum pada hernia inguinalis yaitu :
a. Tindakan Non Bedah
1) Tindakan ini dilakukan untuk mengobati atau mengatakan keluhan (simptomatik) obat-obatan yang dapat diberikan pada klien hernia inguinal, biasanya :
a). Obat anti nyeri ( analgetik )
b). Obat anti mikrobial ( antibiotik )
c). Obat anti mual ( antiemetik )
d). Vitamin
2) Reposisi Bimanual
Teknik ini dilakukan dengan cara memegang isi hernia membentuk corong, sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah cincin hernia dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi
3) Reposisi Spontan
Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedatif dan kompres es diatas hernia. Bila resposisi ini berhasil anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika resposisi tidak berhasil, dalam waktu 6 jam harus dilakukan operasi segera.
b. Tindakan Bedah
Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari :
1) Herniotomi
Merupakan suatu tindakan pembedahan dengan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit dan diikat setinggi mungkin lalu dipotong (Sjamsuhidayat, 2004 : 531 )
2) Hernioplastik
Adalah suatu tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis (Sjamsuhidayat, 2004 : 531 ).
7. Dampak Post Herniotomi Terhadap Sistem Tubuh
a. Sistem Gastrointestinal
Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu proses fisiologi normal pencernaan dan penyerapan. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama pmbedahan ketika digunakan anestesia spinal. Dan penurunan peristaltik usus ini mengakibatkan distensi abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus. motalitas gastrointestinal dapat mengakibatkan distensi abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus ( Brunner & Suddarth 2002 : 484 & 455 ).
b. Sistem Neurologi
Luka pembedahan mengakibatkan spasme otot dan pembuluh darah sehingga merangsang pelepasan mediator kimia ( seratonin, bradikinin, histamin ). Pross ini merangsang reseptor nyeri kemudian rangsangan ditransmisikan ke thalamus, kortek cerebri sehingga terasa nyeri. Nyeri akan merangsang RAS ( Retikular Activating Sistem ) stimulus ini menyebabkan sikap terjaga dan berkurangnya stimulus untuk mengantuk.
c. Sistem Pernapasan
Peningkatan frekuensi nafas dapat terjadi akibat nyeri pada luka operasi,hal ini merangsang sinyal dari sum-sum tulang belakang yang dihantarkan melalui dua jalur yaitu Spinal Thalamus Traktus ( STT ) ke Spinal Respiratory Traktus ( SRT ). Dari spinal thalamus traktus akan dihantarkan ke korteks cerebri sehingga nyeri dipersepsikan, sedangkan dari spinal respirator, traktus akan dihantarkan ke medula oblongata sehingga mengakibatkan neural inspiratory yang akan meningkatkan frekuensi pernapasan. Nyeri pada luka operasi dapat menekan pengembanahan rongga dada dan pasien dapat memerlukan sangat banyak dorongan untuk beergerak, ambulasi, dan bernafas dalam ( C.Long, Barbara, 1996 : 251 ).
d. Sistem Kardiovaskuler
Pada klien post herniotomi biasanya dapat terjadi peningkatan denyut nadi, hal ini disebabkan dari rasa nyeri akibat luka operasi sehingga mengakibatkan medula oblongata untuk meningkatkan frekuensi pernapasan dan merangsang epineprin sehingga menstimulasi jantung untuk memompa lebih cepat selain itu juga dapat terjadi akibat faktor metabolik, endokrin dan keadaan yang menghasilkan adrenergik sehingga dimanifestasikan peningkatan denyut nadi.
e. Sistem Integumen
Luka operasi akan mengakibatkan kerusakan kontinuitas jaringan dan keterbatasan gerak dapat mengakibatkan kerusakan kulit pada daerah yang tertekan karena sirkulasi perifer terhambat. Akibat dari keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembekakan skrotum setelah perbaikan hernia inguinal lateral ( C.Long, Barbara, 1996 : 247 ).
f. Sistem Muskuloskeletal
Nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya kontinuitas jaringan serta adanya spasme otot, terjadi penekanan pada pembuluh darah yang mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga menghasilkan asam laktat, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan pergerakan ( otot persendian ) sehingga aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Selain itu nyeri akibat luka operasi dapat mengakibatkan klien mengalami keterbatasan gerak.
g. Sistem Perkemihan
Terjadinya retensi urine dapat terjadi setelah prosedur pembedaha. Retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus, dan vagina setelah pembedahan pada abdomen bagian bawah, penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih ( Brunner & Suddarth 2002 : 484 ).

B. Proses Keperawatan
Proses Keperawatan pada klien dengan post herniotomi adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
Proses Keperawatan menurut Yura dan Walsh (1967) yang dikutip oleh Gaffar dalam buku asuhan keperawatan profesional terdiri dari 5 tahap, yaitu :


1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik serta reviu catatan sebelumnya.
Untuk mengkaji klien dengan post herniotomi meliputi :
a. Pengumpulan Data
1) Identitas
a) Identitas klien mencakup : nama. Umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, nomor medik, status, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan alamat.
b) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama, hubungan dengan klien dan alamat
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan Masuk Perawatan
Disini menggambarkan tentang hal-hal yang menjadikan pasien di bawa ke rumah sakit dan dirawat.
b) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan klien yang bersifat subyektif pada saat dikaji. Biasanya keluhan utama yang dirasakan klien post herniotomi adalah nyeri daerah luka operasi.
c) Riwayat Kesehatan sekarang
Bagian ini menguraikan keluhan pertama yang muncul secara kronologis meliputi faktor yang mencetuskan memperingan gejala, kualitas, lokasi / penyebaran, upaya yang dilakukan serta waktu dirasakannya keluhan, durasi dan frekuensi. Dengan menggunakan alat bantu yang mencakup PQRST :
P : Provokative / palliative
Merupakan hal atau faktor yang pencetus terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau memperingan, nyeri yang dirasakan biasanya bertambah bila klien berjalan, bersin, batuk atau napas dalam.

Q : Quality / Quantity
Qualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan.
R : Region / Radition
Region adalah daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan
S : SaveQuality / Quantity
Region / Radition
S :
ale
rity Scale
Severity scale adalah keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut.
T : Time
Time adalah waktu dimana keluhan dirasakan.
d) Riwayat kesehatan yang lalu
Pada tahap ini dikaji mengenai latar belakang kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit yang menjadi faktor predisposisi seperti riwayat bekerja mengangkat benda-benda berat, tanyakan juga tentang riwayat penyakit menular dan atau penyakit keturunan.
e) Riwayat keluarga
Pada tahap ini dikaji tentang riwayat kesehatan keluarga, adakah dalam keluarga yang mengalami penyakit sama dengan klien saat ini dan atau riwayat penyakit keturunan.

3) Data Biologis
a) Pola nutrisi
Pada aspek ini dikaji mengenai kebiasaan makan klien sebelum dan sesudah masuk rumah sakit. Dikaji mengenai riwayat diet klien. Bagaimana kebiasaan makan dalam sehari, jenis makan. Apakah dijumpai perubahan pada makan akibat penyakit, setelah itu dikaji tentang kebiasaan minum ( jenis, jumlah dalam sehari ) dan kebiasaan minum-minuman beralkohol.
b) Pola eleminasi
Dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan kelainan eleminasi, kesulitan-kesulitan eliminasi dan keluhan-keluhan yang dirasakan klien pada saat bab dan bak.
c) Istirahat dan tidur
Dikaji mengenai kebutuhan istirahat dan tidur, apakah ada gangguan sebelum dan pada saat tidur, lama tidur dan kebutuhan istirahat tidur.
d) Personal hygiene
Dikaji mengenai kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut dan dikaji apakah memerlukan bantuan orang lain atau secara mandiri.
e) Aktivitas dan latihan
Dikaji apakah aktivitas yang dilakukan klien dirumah dan dirumah sakit dibantu atau secara mandiri.
4) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan head to toe tetapi hasilnya dituliskan persistem tubuh.
a) Keadaan umum
Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami kelemahan, dan periksa status gizinya serta tingkat kesadaran compos mentis.
b) Tanda-tanda vital
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital biasanya pada pasien post herniotomi terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan suhu dan demam, pernapasan cepat dan dangkal.
c) Tinjauan sistem
(1) Sistem respirasi
Dikaji dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi.Dalam sistem ini perlu dikaji mengenai bentuk hidung, kebersihannya, adanya sekret, adanya pernafasan cuping hidung, bentuk dada, pergerakan dada apakah simetris atau tidak, bunyi nafas, adanya ronchi atau tidak, frekuensi dan irama nafas teratur.
(2) Sistem cardiovaskuler
Dikaji mulai dari warna konjungtiva, warna bibir, tidak ada peningkatan JVP, peningkatan frekuensi dan irama denyut nadi, bunyi jantung tidak disertai suara tambahan, penurunan tekanan darah.
(3) Sistem pencernaan
Sistem pencernaan dikaji mulai dari mulut sampai anus, dalam sistem ini perlu dikaji adanya stomatitis, jumlah gigi, caries, bau mulut, mukosa mulut, ada tidaknya pembesaran tonsil, bentuk abdomen datar, turgor kulit kembali lagi, fokus pada pemeriksaan dengan kasus hernia apakah ada distensi abdomen, nyeri tekan dan nyeri lepas. Adakah lesi pada daerah abdomen adanya massa, pada auskultasi dapat diperiksa peristaltik usus.
(4) Sistem perkemihan
Dikaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen untuk mengkaji adanya retensio urine, ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta pengeluaran urine apakah ada nyeri pada waktu miksi atau tidak.
(5) Sistem neurologis
Secara umum pada kasus hernia inguinalis lateral tidak mengalami gangguan, namun gangguan terjadi dengan adanya nyeri sehigga perlu dikaji tingkat skala ( 0-5) serta perlu dikaji nilai GCS dan pemeriksaan fungsi syaraf kranial untuk mengidentifikasi kelainan atau komplikasi.

(6) Sistem integumen
Dalam sistem ini perlu dikaji keadaan kulit (turgor, kebersihan, pigmentasi, tekstur dan lesi), serta perlu dikaji kuku dan keadaan rambut, sekitar kulit atau ekstremitas adakah oedema atau tidak.
Pada klien dengan post herniotomi akan didapatkan kelamaan integumen karena adanya luka insisi pada daerah abdomen, sehingga perlu dikaji ada atau tidaknya tanda radang didaerah terkena adalah ada tidaknya tanda lesi dan kemerahan, pengukuran suhu untuk mengetahui adanya infeksi.
(7) Sistem penglihatan
Pada post herniotomi sistem ini tidak mengalami gangguan. Untuk mengetahui keadaan kesehatan maka harus diperiksa tentang fungsi penglihatan, kesimetrisan mata kiri dan kanan, oedema atau tidak.
(8) Sistem Endokrin
Dalam sistem ini perlu dikaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening.
(9) Sistem Muskuloskeletal
Pada hernia inguinalis lateral biasanya post operasi secara umum tidak mengalami gangguan,tapi perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah, dengan nilai kekuatan otot (0-5). Diperiksa juga adanya kekuatan pergerakan, atau keterbatasan gerak.

5) Data psikologis
Data psikologis yang perlu dikaji adalah status emosional, konsep diri, mekanisme koping klien dan harapan serta pemahaman klien tentang kondisi kesehatan sekarang.
a) Status emosional
Kemungkinan ditemukan emosi klien jadi gelisah dan labil, karena proses penyakit yang tidak di ketahui/ tidak pernah diderita sebelumnya.
b) Konsep diri
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat orang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. (Stuart and Sundeen, 1997 : 227).
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini ( keliat, Budi Anna : 2001).
1) Citra tubuh
Kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi.
2) Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu.
3) Harga diri
Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik prilaku seseorang sesuai ideal diri.
4) Penampilan peran
Serangkaian pola perilaku yang dihapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial
5) Identitas personal
Pengorganisasian perinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu
c) Stressor
Stressor adalah faktor-faktor yang menambah beban klien baik dari pelayanan kesehatan ataupun pribadi dan keluarga.
Seseorang yang mempunyai stressor akan mempersulit dalam proses suatu penyembuhan penyakit.
d) Koping Mekanisme
Koping mekanisme ini merupakan suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang dihadapi
e) Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan yang dihadapi.
Hal ini perlu dikaji agar tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan efisien.
Pengkajian psikososial post herniotomi meliputi bagaimana status emosi klien, harapan klien tentang penyakit yang dideritanya, gaya komunikasi, sosialisasi klien dengan keluarga atau masyarakat, interaksi klien dirumah sakit, gaya hidup klien sehari-hari, serta kepuasan pelayanan keperawatan yang klien rasakan dirumah sakit.



6) Aspek Sosial dan Budaya
Pengkajian ini menyakit pada pola komunikasi dan interaksi interpersonal, gaya hidup, faktor sosial serta support sistem yang ada pada klien.
7) Data Spiritual
Data spiritual menyangkut keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, harapan terhadap kesembuhan serta kegiatan spiritual yang dilakukan saat ini.
8) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan atau radiologi perlu dilakukan untuk memvalidasi dalam menegakkan diagnosa sebagai pemeriksaan penunjang.
9) Data Pengobatan
Data ini digunakan untuk mengetahui jenis obat apa saja yang digunakan pada kasus hernia inguinalis lateral. Untuk mengetahui keefektifan penyembuhan penyakit.
b. Analisa Data
Setelah dilakukan pengkajian secara lengkap, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penyataan yang status atau masalah kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi adanya masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit, penyebab adanya masalah, kemampuan klien untuk mencegah atau menghilangkan masalah (Gaffar, 1999 : 61)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada post herniotomi adalah :
a Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat pembedahan.
b Risiko tinggi terhadap komplikasi, Atelektasis, Ileus Paralitik, Dehisens, Infeksi, Kekurangan cairan dan biokimia, Tromboflebitis berhubungan dengan pembedahan.
c Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik sekunder terhadap pembedahan
d Risiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri saat pasien pulang.
e Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan retensi perkemihan akut, insisi pembedahan, dan inflamasi skrotum sekunder terhadap herniorafi.

3. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objective), penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan ( Gaffar, 1999:63 )
Perencanaan keperawatan pada tahap ini dibahas rencana tindakan keperawatan berikut rasionalnya :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat pembedahan.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang, dengan kriteria :
- Klien tampak tenang
- Skala nyeri 0 ( 0-5)

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau :
- Tekanan darah, nadi dan pernapasan setiap 4 jam.
- Intensitas nyeri
- Tingkat kesadaran
2. Informasikan ke dokter jika nyeri diberikan sampai pemberian obat respon terhadap analgetik yang bertambah buruk atau tidak ada selanjutnya.
3. Bantu pasien untuk mengambil posisi yang nyaman. Tinggikan ekstremitas yang terasa sakit. Tekuk lutut dengan menggunakan bantal atau penyokong lutut ditempat tidur untuk menurunkan ketegangan otot-otot perut setelahtindakan bedah atau bila ada nyeri dipunggung.
4. Ajarkan pasien teknis bernapas berirama untuk nyeri yang ringan sampai sedang dalam hubungannya deengan nyeri yang lain meringankan intervensi :
- Instrusikan pasien untuk memelihara kontak mata pada suatu objek sambil menarik napas perlahan melalui mulut dan mengeluarkan napas melalui bibir yang dikerutkan.
5. Berikan istirahat sampai nyeri hilang. Kurangi kebisingan dan sinar yang terang. Jaga kehangatan pasien dengan selimut ekstra. 1. Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.


2. Ini merupakan indikasi bahwa perlu analgetik yang lebih keras atau mulai ada komplikasi.

3. Tempatkan tubuh pada posisi yang nyaman untuk mengurangi penekanan dan mencegah otot-otot tegang membantu menurunkan rasa tidak nyaman.



4. Distraksi mengganggu stimulus nyeri dengan mengurangi rasa nyeri. Distraksi tidak mengubah intensitas nyeri. Paling baik digunakan untuk periode pendek pada nyeri ringan sampai sedang.





5. Istirahat menurunkan pengeluaran energi. Vasokontriksi perifer terjadi pada nyeri hebat dan menyebabkan pasien merasa dingin. Biasanya rangsangan lingkungan yang kuat, memperhebat persepsi nyeri.

b. Risiko tinggi terhadap komplikasi, Atelektasis, Ileus Paralitik, Dehisens, Infeksi, Kekurangan cairan dan biokimia, Tromboflebitis berhubungan dengan pembedahan.
Tujuan : Mendemonstrasikan tidak adanya komplikasi.

INTERVENSI RASIONAL
Atelektasis :
1. Pantau bunyi paru-paru tiap 4 jam selama 24 jam, kemudian 8 jam sekali terutama pada orang yang berisiko tinggi ateletaksis pascaoperasi (perokok,lansia,dan orang-orang yang mempunyai penyakit paru kronis).

2. Ubah posisi tiap 2 jam. Biarkan pasien melakukannya sesering mungkin. Melakukan ambulasi sesuai perintah.

3. Pastikan rasa sakit dapat dikontrol




Paralitic ileus :
1. Pantau :
- Selang nasogastrik (warna dan jumlah drainase setiap 8 jam).
- Status abdomen (mengauskultasi bising usus, menanyakan tentang flatus) setiap 8 jam.
2. Ukur dan catat besarnya lingkaran perut setiap 8 jam jika diperkirakan terjadi distensi abdomen.
3. Berikan makan melalui mulut jika bising usus telah ada, keluar flatus dan distensi abdomen berkurang.
Dehisens :
1. Pantau keadaan tepi luka ketika mengganti perban.

2. Agar pasien menahan insisi abdomen ketika batuk.
3. Berikan perawatan luka dengan menggunakan teknik aseptik yang ketat.
Infeksi :
1. Pantau :
- Suhu badan setiap 4 jam
- Keadaan luka ketika melakukan perawatan luka
- Hasil laporan JDL terutama jumlah leukosit (terutama SDP ).
2. Berikan antibiotik yang diresepkan.Berikan paling sedikit 2 liter cairan setiap hari ketika melaksanakan terapi antibiotik
3. Ganti perban sesuai aturan dengan menggunakan tekhnik aseptik.
Kekurangan cairan dan biokimia :
1. Pantau :
- Masukan dan haluaran setiap 8 jam.
- Hasil elektrolit serum
- Status umum setiap 8 jam
2. Lakukan terapi yang ditentukan untuk mengatasi retensi cairan :
- Diet natrium dibatasi
- Masukan cairan dibatasi
- Terapi diuretik.
Evaluasi keefektifan terapi :resolusi manifestasi kelebihan volume cairan, natrium serum kembali kerentang normal.
Tromboflebitis :
1. Bantu sirkulasi pada anggota badan bawah setiap 8 jam sampai dimulai ambulasi :denyut nadi telapak kaki, tanda-tanda Homan's, betis nyeri tekan, pengisian kapiler,warna dan badan.
2. Anjurkan latihan gerak ditempat tidur setiap 2 jam. Ketika ambulasi dimulai,pastikan pasien melakukannya secara progresif paling sedikit 3 kali sehari.
1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.





2. Aktivitas mendorong bernapas dalam.



3. Individu melakukan pernapasan cepat dan dangkal bila mengalami nyeri hebat, yang membatasi ekspansi penuh dari alveoli.



1. Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.



2. Untuk memperoleh data yang objektif.


3. Keadaan tersebut mengindikasikan adanya peristaltik dan fungsi usus normal.


1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

2. Untuk mencegah tegangan pada jahitan.

3. Infeksi luka adalah penyebab utama dehisens.


1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.




2. Terapi antibiotik diperlukan untuk mencegah dan mengatasi infeksi. Cairan membantu menyebarkan obat kejaringan tubuh.
3. Perban yang lembab merupakan media kultur untuk pertumbuhan bakteri. Dengan mengikuti teknik aseptik akan mengurangi risiko kontaminasi bakteri.

1. Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
2. Natrium menahan air. Diuretik membantu membuang kelebihan air tubuh.







1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.




2. Latihan merangsang sirkulasi.


c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik sekunder terhadap pembedahan
Tujuan : Perawatan diri terpenuhi dengan kriteria :
- Klien dapat memenuhi kebutuhan aktifitas
- Perawatan diri terpenuhi scara mandiri

INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan tingkat bantuan yang diperlukan.Berikan bantuan AKS sesuai keperluan. Membiarkan pasien melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya.
2. Berikan waktu yang cukup bagi pasien untuk melaksanakan aktifitas.
3. Instruksikan pasien adaptasi yang diperlukan untuk melaksanakan AKS. Dimulai dengan tugas yang mudah dilakukan dan berlanjut sampai tugas yang sulit. Berikan pujian untuk keberhasilan tersebut.
4. Menaruh bel ditempat yang mudah dijangkau. 1. Untuk mendorong kemandirian



2. Membebani pasien dengan aktifitas menyebabkan frustasi.
3. Untuk mendorong kemandirian. Pujian memotivasi untuk terus belajar.



4. Untuk memberikan rasa aman.

d. Risiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri saat pasien pulang.
Tujuan : Kerusakan penatalaksanaan dirumah tidak terjadi dengan kriteria hasil :
- Klien dan keluarga mengerti tentang penatalaksanaan dirumah.
- Klien dan keluarga mengatakan akan melaksanakan perawatan, aktifitas yang baik dirumah.
- Mengidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perawatan.

INTERVENSI RASIONAL
1. Pastikan pasien memiliki instruksi tertulis tentang perawatan diri dan perjanjian tertulis untuk kunjungan evaluasi.
2. Ajarkan dan biarkan pasien merawat luka jika penggantian perban perlu dilakukan dirumah. Tekankan pentingnya mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat luka.




3. Evaluasi kebutuhan bantuan perawatan dirumah dan tersedianya sistem pendukung yang memadai untuk memberikan bantuan yang diperlukan. Hubungi perencana atau bagian pemulangan pasien untuk mengatur bantuan perawatan dirumah jika pasien memerlukan bantuan tetapi tidak mempunyai sistem pendukung dirumah.
4. Instruksikan pasien untuk memberitahu dokter jika terjadi infeksi luka : kemerahan, nyeri tekan, drainase, demam.
5. Pastikan pasien mempunyai persediaan yang cukup untuk perawatan luka dan resep untuk analgetik.



6. Instruksikan agar pasien beristirahat sepanjang hari, secara bertahap melakukan aktivitas serta menghindari mengangkat benda-benda berat dan latihan yang berlebihan. 1. Instruksi verbal akan mudah terlupakan.


2. Praktik akan membantu pasien mengembangkan keyakinannya dalam perawatan diri. Juga memungkinkan perawat mengevaluasi kemampuan pasien melaksanakan keterampilan tersebut sendiri dan menentukan apakah diperlukan bantuan. Tindakan untuk mencegah infeksi harus dilanjutkan sampai luka benar-benar sembuh.
3. Layanan sosial atau perencana pemulangan pasien berfungsi sebagai penghubung yang penting untuk pemindahan pasien kelingkungan rumah atau fasilitas perawatan luar untuk memastikan kelanjutan penyembuhan atau rehabilitasi.


4. Diperlukan antibiotik untuk mengatasi infeksi.


5. Persediaan penting untuk mengurangi kecemasan yang pada umumnya berhubungan dengan pemulangan pasien. Analgesik memberi kenyamanan dan mendorong untuk tidur.

6. Pembedahan adalah stresor.

e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pembedahan
Tujuan : Risiko tinggi terhadap infeksi tidak terjadi dengan kriteria :
- Suhu tubuh normal 370C
- Tanda-tanda infeksi tidak terjadi

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau :
- Suhu badan setiap 4 jam
- Keadaan luka ketika melakukan perawatan luka
- Hasil laporan JDL terutama jumlah leukosit.
2. Tetap pada fasilitas kontrol infeksi, sterilisasi dan prosedur/kebijakan aseptik.
3. Identifikasi gangguan pada teknik aseptik dan atasi dengan segera pada waktu terjadi.


4. Sediakan pembalut yang steril

5. Berikan antibiotik sesuai petunjuk 1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan




2. Tetapkan mekanisme yang dirancang untuk untuk mencegah infeksi.
3. Kontaminasi dengan lungkungan/ kontak personal akan menyebabkan daerah yang steril menjadi tidak steril sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi.
4. Mencegah kontaminasi lingkungan pada luka yang baru.
5. Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi atau kontaminasi.

3. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatihan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi (Gaffar, 1999:65 ).
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah fase akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan, disamping itu evaluasi juga digunakan sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang memberikan tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagaian (Hidayat, 2002 : 41)
Terdapat 2 tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera dan evaluasi sumatif yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu.
Evaluasi sumatif dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai berikut :
S : Respon Subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang atas subjektif dan objektif untuk menyimpukan apakah masalah masih tetap atau muncul. Masalah baru atau data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien

Selanjutnya setelah evaluasi dilakukan pada hari berikutnya dituliskan dalam catatan perkembangan.
Catatan perkembangan merupakan catatan tentang perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada setiap masalah yang ditemui pada klien (Hidayat, 2002 : 46)
S : Data Subjektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan klien.
O : Data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
A : Analisis
Data subjektif dan objektif dinilai dan dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
P : Perencanaan
Rencana penangan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan rencana selanjutnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal tidak efektif.
I : Implementasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana
E : Evaluasi
Evaluasi berisikan penilaian sejauh mana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah bisa teratasi
R : Reassement
Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, data objektif dan proses analisisnya.
a Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat pembedahan.
Kriteria hasil : Menyatakan tidak nyeri, intensitas nyeri berkurang, tanda-tanda vital stabil, ekspresi muka dan postur tubuh rileks.
b Risiko tinggi terhadap komplikasi, Atelektasis, Ileus Paralitik, Dehisens, Infeksi, Kekurangan cairan dan biokimia, Tromboflebitis berhubungan dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada infeksi, bunyi napas bersih, penyembuhan luka, dan tidak ada perdarahan.
c Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik sekunder terhadap pembedahan
Kriteria hasil : Mengidentifikasi area kebutuhan, mengungkapkan aktifitas terprnuhi.
d Risiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri saat pasien pulang.
Kriteria hasil : Klien dan keluarga mengerti tentang penatalaksaan di rumah.
e Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan retensi perkemihan akut, insisi pembedahan, dan inflamasi skrotum sekunder terhadap herniorafi.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan tidak ada tanda-tanda infeksi
Diposkan oleh akhmad di 22:06 http://img2.blogblog.com/img/icon18_edit_allbkg.gif
0 komentar:
Poskan Komentar
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem pencernaan: HIL
Oleh: Iwan Sain, S.Kp, M.Kes

1.       Konsep Medis
A.      Pengertian
Hernia Ingunalis Lateral adalah hernia yang melalui alunus ingunalis intermus/lateralis menyelusuri kanalis ingunalis dan keluar dari rongga perut melalui analus ingunalis ekserna/medilis (Mansjoer A, 2000).

B.      Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Saluran gantrointestinal (gastointestinal tractus), juga disebut saluran digestik (digestive tract) adalah sebuah saluran berotot yang memanjang mulai dari mulut sampa ke anus. Pada prinsipnya  fungsi utama sistem gastrointestinal (GI) adalah mensuplai nutrisi ke sel-sel tubuh yang diperoleh melalui proses Ingestion yang terjadi pada saat mulai intake makanan masuk kedalam mulut, Digestion dimana peristiwa mencerna makanan dimulai dalam lambung dan usus halus dan Absorption yang terjadi terutama dalam usus halus dan juga dalam usus besar. Proses eliminasi adalah pengeluaran sisa-sisa hasil pencernaan.
7
 
Sistem GI (Digestive System) terdiri dari saluran GI dan organ beserta kelenjar yang terkati dengan pencernaan yaitu mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sedangkan organ-organ yang berhubungan adalah hati, pankreas, dan kandung empedu.
Faktor psikologis atau emosi seperti stress dan kecemasan akan mempengaruhi fungsi-fungsi GI. Stress dapat dimeanifestasikan sebagai anoreksia, nyeri epigastrium dan abdomen, atau diare. Faktor fisik yang dapat mempengaruhi fungsi-fungsi GI seperti intake diet, mengkonsumsi minuman/makanan yang beralkohol atau caffeine, merokok, kelemahan. Beberapa gangguan organik yang mempengaruhi misalnya penyakit peptic ulcer, ulceratisi colitis yang dapat menyebabkan gangguan GI.

Struktur dan Fungsi Sistem GI

Saluran GI merupakan tabung sepanjang 9 meter yang berentang mulai dari mulut sampai ke anus. Pada umumnya saluran ini terdiri dari 4 lapisan yaitu mulai dari dalam lapisan mukosa, submukosa, otot dan serosa.
Saluran GI diaktifkan oleh sistem saraf otonom yaitu  saraf  parasimpatis, sedang saraf simpatis bersifat menghambat sistem GI. Misalnya adanya peristaltik yang meningkat karena perangsangan /stimulasi saraf  parasimpatis dan terjadi penurunan akibat stimulasi saraf simpatis.
Sistem GI dan organ yang terkait (organ asesoris) rata-rata memperoleh cardiac output sebanyak 25 % sampai dengan 30 %. Sirkulasi dalam sistem GI terutama pada aliran darah vena dimana Sistem GI mengalirkan darah vena melalui vena portal. Bagian atas sistem GI menerima darah dari arteri splanikus. Usus halus menerima darah dari cabang arteri hepatik dan arteri mesenterika superior. Usus besar  menerima darah   terutama dari arteri  mesenterika superior dan inferior.
Dua jenis gerakan saluran GI yaitu mencampur dan mengaduk. Gerakan ini menyebabkan teriadinya segmentasi dan peristaltik. Sekresi dari sistem GI  yang terdiri dari enzim dan hormon untuk mendukung pencernaan, dan mukus akan memberikan perlindungan dan melunakkan, juga air dan elektrolit.
Organ abdominal dibungkus oleh peritoneum. Terdapat 2 lapisan yaitu peritoneum parieteal yang merupakan dinding dari rongga peritoneum dan peritoneum visceral yang membungkus organ abdomen. Berikut ini akan diuraikan sistem pencernaan tersebut sebagai berikut:
a.   M u l u t
Rongga mulut dibentuk oleh pipi, langit-langit keras, dan langit-langit lembut. Lidah pada bagian dasar rongga mulut. Bibir merupakan jaringan penutup yang terdapat pada bagian depan mulut yang berfungsi membuka/menutup mulut.
Fungsi mulut adalah :
1.       Mengunyah
2.       Sekresi saliva dari kelenjar parotis, sublingual, dan submandibularis
3.       Menelan yang merupakan aktifitas refleks  gerakan makanan dalam mulut melalui faring kedalan esofagus. Makanan ini berupa bolus.
b.      Esofagus
Esofasgus  merupakan saluran berotot yang terletak dibagian belakang  trakhea dan laring. Dibagian bawah dari esofagus terdapat sphincter yang befungsi mencegah aliran balik isi lambung ke esofagus.
Fungsi  esofagus adalah adalah Menerima bolus dari faring dan menyalurkan kedalam lambung.

c.       Lambung
Lambung terletak di bagian kuadran kiri atas dari abdomen dan mempunyai kapasitas kira-kira 1500 mL. Terdapat 3 bagian utama yaitu  fundus, badan dan antrum. Pylorus adalah bagian kecil dari  antrum
Fungsi  lambung adalah :
1.          Mencerna makanan secara mekanikal.
2.          Sekresi, yaitu  kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah.
3.          Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah menjadi polipeptida 
4.          Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat.
5.          Pencegahan, banyak mikroorganisme  dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL.
6.       Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme  siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.


d.      Usus Halus
Panjangnya kira-kira 6 meter dengan diameter 2.5 cm. Berentang dari sphincter pylorus ke katup ileocecal. Usus halus dibagi dalam duodenum, jejenum, dan ileum. Duodenum panjangnya 25 cm, jejenum 2.5 m dan ileum 3.5 m.
 Bagian mukosa dan submukosa yang disebut villi yang dapat meningkatkan area permukaan usus guna memungkinkan absorpsi maksimal. Setiap villus dikelilingi oleh jaringan kapiler dan pembuluh limfe yang disebut Lacteal. Lacteal akan mengabsorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak.jaringan kapiler akan mengabsorpsi  nutrisi yang lain dan air.
Fungsi  usus halus adalah :
1.       Sekresi mukus. Sel-sel goblet dan kelenjar mukosa duodenum akan mensekresi mukus guna melindungi mukosa usus.
2.       Mensekresi enzim. Sel-sel mikrovilli (brush border cell) mensekresi sucrase, maltase, lactase dan enterokinase yang bekerja pada disakarida guna membentuk monosakarida yaitu peptidase yang bekerja pada polipeptida, dan enterokinase yang mengaktifkan trypsinogen dari pankreas.
3.       Mensekresi hormon. Sel-sel endokrin mensekresi cholecystokinin, secretin, dan enterogastrone yang mengontrol sekresi empedu, pancreatic juice, dan gastric juice.
4.       Mencerna secara kimiawi. Enzim dari pankreas dan empedu dari hati masuk kedalam duodenum. Pencernaan secara kimiawi terutama terjadi dalam jejenum yang siap untuk diabsorpsi kedalam kapiler darah dan lacteal dari villi. Karbohidrat oleh enzim amilase (berasal dari saliva dan pankreas) menjadi disakarida (sukrosa, maltosa dan laktosa), yang oleh sucrase, maltase dan lactase menjadi monosakarida (fruktosa, glucosa, dan galaktosa). Protein, oleh enzim pepsin (dari lambung) dan trypsin (dari pankreas) menjadi peptida, yang oleh peptidase (dari usus halus) menjadi asam amino.Lemak, oleh empedu diemulsikan, dan selanjutnya oleh lipase menjadi monogliserida dan asalm lemak bebas.
5.       Absorpsi. Nutrisi dan air akan bergerak dari lumen usu kedalam kapiler darah dan  lacteal dari villi.
6.       Aktifitas motorik. Mencampur, kontraksi dan peristaltik. Gerakan mencampur disebabkan oleh kontraksi serabut otot sirkuler pada usus menyebabkan chyme kontak dengan villi untuk diabsorpsi. Peristaltik akan mendorong chyme melalui saluran dengan rata-rata 1 – 2 cm per menit. Chyme tinggal dalam usus halus selama 3-10 jam, dan  zat sisa akan bergerak kedalam usus besar.
Stimulasi oleh sistem simpatis akan menghambat motilitas dan aktifitas sekresi usus halus. Sistem parasimpatis terutama saraf vagus(N X) akan meningkatkan tonus otot intestinal, motilitas, dan proses pencernaan.

e.      Hati

Adalah organ terbesar yang terdapat dalam rongga abdomen, yang pada orang dewasa kira-kira seberat 1,37 kg. Letaknya  pada hipokondria kanan dan area hipogastik. Unit fungsional dari hati disebut lobulus yang mengandung hepatosit (sel hati) yang ada disekitar vena sentral hati. Kapiler (sinusoid) berlokasi diantara  hepatosit dan bersama dengan sel Kuffer yang mempunyai fungsi pagosit (mengeluarkan bakteri dan toksin dari tubuh). Saluran empedu interlobaris membentuk kapiler empedu (canaliculi). Sel hepatik akan mensekresi empedu kedalam canaliculi.
Sistem sirlulasi portal (enterohepatic) membawa darah yang berasal dari lambung, usus, limfa, dan pankreas. Darah masuk kedalam hati melalui vena portal..
Fungsi :
Menghasilkan , menyimpan dan mentransfortasi serta ekresi sejumlah substan/zat yang diperlukan dalam :
1.       Metabolisme  karbohidrat yaitu mengkonversi glucose menjadi glycogen (glygenesis),
2.       Metabolisma protein yaitu sintesa asam amino nonessential, sintesa plasma protein,  sintesa  faktor-faktor pembekuan, dan mem urea dari NH3
3.       Metabolisme lemak yaitu mensintesa lipoprotein, memecahkan triglyserida menjadi asam lemak dan gliserol, membentuk ketone bodies, mensintesa asam lemak dari asam amino dan glucose, mensintesa dan memecahkan sholesterol.
4.       Detoksifikasi :  menginaktivasi obata-obatan dan zat lainnya serta mengekresi zat-zat yang tidak diperlukan
5.       Memproduksi empedu : membentuk empedu yang mengandung garam empedu, pigmen empedu dan cholesterol (empedu dihasilkan setiap hari sekitar 1 liter).
6.       Menyimpan : Glucose dalam bentuk glycogen, vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E,K) dan yang larut dalam air (B1, B2, Cobvalamin, Vit C), asam lemak, mineral –mineral, asam amino dalam bentuk albumin dan ( globulin.
7.       Sistem pagosit (sel kuffer) : memecahkan eritrosit yang sudah tua, eritrosit, bakteri, dan partikel lainnya, memecahkan hemoglobil dari eritrosit kedalam bilirubin dan biliverdin.

f.         Usus Besar
Usus besar dimulai dari katup ileocecal ke anus dan rata-rata panjangnya 1,5 m. Usus halkus terbagi kedalam cecum, colon, dan rectum. Vermiform appendix berada pada bagian distal dari cecum. Colon terbagi menjadi  colon ascending, colon transversal, colon descending, dan bagian sigmoid. Bagian akhir dari usus besar adalah rectum dan anus. Sphincter internal dan eksternal pada anus berfungsi untuk mengontrol pembukaan anus.
Fungsi utama usus besar adalah :
1.          Sebagai aktifitas motorik. Gerakan mengayun dan peristaltik akan menggerakkan zat sisa menuju kebagian distal.
2.          Sekresi. Pada umunya memproduksi mukus yang melindungi mukosas akan tidak mengalami injury, melunakkan feces yang memungkinkan bergerak dengan lancar kearah pelepasan dan menghambat pengaruh pembentukan keasaman oleh bakteri.
3.          Absorpsi air, garam, dan chlorida. Colon mempunyai kemampuan mengabsorpsi 90 % air dan garam dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4.          Mensintesa vitamin. Bakteri pada uisus halus akan mensintesa vitamin K, thiamin, riboflavin, vitamin B12, dan folic acid.
5.          Membentuk feces. Feces terdiri dari ¾ air dan ¼ massa padat. Massa padat termasuk sisa makanan dan sel yang mati. Pigmen empedu memberikan warna pada feces. Dan menstimulasi gerakan isi usus kearah pelepasan.
6.          Defekasi. Yaitu aktifitas mengeluarkan feces dari dalam tubuh keluar. Pada saat feces dan gas berada dalam rektum, tekanan dalam rektum meningkat, menyebabkan terjadinya refleks defekasi.

Kanalis Inguinalis
Pleksus saraf dalam dinding usus besar akan mempertahankan tonus otot secara kontinu pada usus besar dan menstimulasi gerakan usus. Impuls saraf parasimpatis dari saraf vagus menstimulasi bagian proksimal colon.
Kanalis Ingunalis pada pria berisi funikulus spermatikus dan pada wanita berisi ligamentum rotundum.
Batas kanalis ingunalis :
1.       Anulus ingunalis internus berada di eraniolateral yang merupakan bagian terbuka dari fasia transveralis dan poneurosis transverses abdominis. Annulus internus terletak di pertengahan antara SIAS dengan tuberkulum pugikan dan 1 jari dari di atas ligamentum ingunalis.
2.       Anulus ingunalis eksternus berada di eaudomedil, diatas tuberlakum pugikum yang merupakan bagian terbuka dari aponeurosis m. oblikus eksternus.
3.       Atapnya adalah aponeurosis M. oblikus eksternus.
4.       Dasarnya terdapat ligametum ingunalis.
Trigonum hasselbach, merupakan daerah yang dibatasi:
a).    Inferior oleh ligamentum ingunalis.
b).    Di bagian lateral oleh vasa efigastrika inferior.
c).     Di bagian medial oleh tepi lateral m rektur abdominis.
d).    Dasarnya dibentuk oleh ransverses.

C.      Etiologi
Kongential terjadi akibat prosessus vaginalis perisisten disertai dengan annulus yang terbuka lebar.
Terutama ditemukan adanya faktor kausal yang berperan untuk timbulnya Hernia:
1.       Prosesus vaginalis yang cepat terbuka
2.       Peninggian tekanan intraabdomen
a.       Pekerjaan mengangkat barang-barang berat
b.      Batuk kronik: bronchitis kronik, TBC
c.       Hipertropi prostat, stikter ureta, konstipasi, asites

3.       Kelemahan otot dinding perut
a.       Usia tua, sering melahirkan
b.      Kerusakan, N Mouguinalis dan iliofemoralis setelah apendektomi (bedah digestif)

D.      Insiden
Hernia ingunalis pada bayi dan anak sekitar 1-2 %, sisi kanan biasanya lebih sering (60 %) dibanding sisi kiri (20 %) dan bilateral sebanyak 10-15 % Hernia ingunalis lateralis hampir selalu disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdominal dan kelemahan otot dinding perut. Umumnya terjadi bilateral, khususnya pria tua. Hernia ini jarang menimbulkan inkarserasi.

E.       Patofisiologi 
Kanalis ingunalis adalah kanal yang normal pada bulan ke-8 kehamilan terjadi testis melalui kanal tersebut.
Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosessus ini lebih mengalami obiterasi sehingga ini rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup.
Bila prosessus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi), akan timbul Hernia ingunalis congenital. Pada orang dewasa kanalis tersebut telah tertutup, namun karena lokus minoris resistensie, maka keadaan yang menyebabkan  tekanan intra abdominal meningkat kanal tersebut dapat terbuka kembali Hernia ingunalis lateralis.
F.       Manifestasi Klinik
Umumnya pasien mengatakan turun berok atau kelingsir atau mengatakan adanya benjolan diselengkangan.kemaluan, benjolan tersebut biasa mengecil atau menghilang pada waktu tidur, dan bila menangis mengejam atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali. Bila terjadi komplikasi dapat  ditemukan nyeri.
Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta mengejam dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan. Bila massa tersebut menyentuh jari maka itu adalah Hernia ingunalis lateral, sedangkan bila sisi jari maka diagnosanya adalah Hernia ingunalis medialis.

G.     Test Diagnostik
Lab : Peningkatan jumlah sel darah putih dengan pergeseran diferensial.
1.       Urinalis untuk mendeteksi adanya infeksi saluran kemih
2.       Pemeriksaan ronsen abdomen untuk mendeteksi penyebab lain
3.       Ronsen data untuk mengesampingkan pneumonia
(Tucker, 1999)

H.     Penatalaksanaan Medik
Operatif  merupakan satu pengobatan yang rasional, untuk Hernia prinsip dasar operasi  terdiri dari herniotomi dan herniorafi.
1.       Konservatif seperti pemberian sedatif. Kompres, posisi tidur Trandelenburg hanya ditujukan pada hernia kanal.
2.       Pembedahan
a.       Herniotomi : kantong hernia dibuka dan didorong kedalam rongga abdomen kantong proximal dijahit, ikat stangulasi, mungkin dipotong, kantong distal dibiarkan.
b.      Herniorafi      : setelah heniotomi dilakukan tindakan memperkecil annulus internus diperkuat dinding belakang kanalis ingunal ini penting untuk mencegah terjadinya residif.

II. Konsep Keperawatan
  1. Pengertian Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan yang profesional yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, bentuk pelayanan bio, psiko, social dan spritual yang komphrehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Proses keperawatan adalah suatu sistem yang mempunyai 5 tahap yaitu pengkajian, Diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
  1. Proses  keperawatan  pada klien Hernia
1.       Pengkajian :
a)      Preoperasi
1)      Kemerahan, padat, nyeri, globular, bengkak yang tidak berkurang pada lipatan paha.
2)      Rewel karena nyeri
3)      Anoreksia
4)      Muat muntah
5)      Distensi abdomen
6)      Tak ada peristaltic Usus.
7)      Dehidrasi
8)      Jika saluran usus mengalami isekemik atau gangren akan mengakibatkan syok, deman, tak ada bising usus, dan asidosis metabolik
b)      Pasca Operasi
1)      Nyeri abdominal, tiba-tiba hilang dan nyeri pada perforasi diikuti dengan peningkatan nyeri menyebar
2)      Posisi miring dengan lutut fleksi memberikan rasa nyaman yang maksimal.
3)      Distensi abdomen secara progrersif.
4)      Muntah (mungkin terjadi setelah serangan nyeri).
5)      Diare atau konstipasi.
6)      Penurunan atau hilangnya bising usus.
7)      Demam.
8)      Takipnea.
9)      Pucat atau kemerahan.
10)   Peka rangsang.
11)   Gelisah dan dehidrasi  (Tucker,  1999)
2.       Dampak Pasca Operasi Hernia Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia:
Hernia
Luka terbuka
Port D’ Entry

Resiko infeksi
 
Perubahan status kesehatan
Stressor pada klien
Koping tak efektif
Kecemasan
 
Post operasi
Terputusnya kontuinitas jaringan
Mengeluarkan zat-zat proteolitik
(Bradakinin, histamine dan prostaglandin)
merangsang ujung-ujung syaraf tepi
dihantarkan oleh afferent 1-2 segmen di dorsal
rool menuju hipotalamus
Dikembalikan oleh syaraf efferent
Kerusakan Jaringan



Resiko tinggi terhadap komplikasi
 
Perawatan di rumah


Kurangnya informasi


Kurang pengetahuan



Penatalaksanaan di rumah




 
Persepsi nyeri
aktivitas dibatasi
gerakan terbatas


 
Kurang Perawatan Diri

               
c.       Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien dengan gangguan sistem pencernaan: Hernia inguinalis lateralis adalah:
1.       Ansietas berhubungan dengan pengetahuan tentang kejadian preoperasi dan pasca operasi, takut tentang beberapa aspek pembedahan.
2.       Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
3.       Resiko tinggi terhadap kerusakan terhadap komplikasi berhubungan dengan pembedahan.
4.       Resiko tinggi terhadap infeksi pada retensi perkemihan akut, insisi dan pembedahan dan inflamasi skrotum terhadap herniorafi.
5.       Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik skunder terhadap pembedahan.
6.       penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri saat pasien pulang.

d.      Intervensi
1.       Ansites berhubungan dengan pengetahuan tentang kejadian preoperasi dan pasca operasi, takut tentang bebeapa aspek pembedahan.
Tujuan : Mengungkapkan  pemahaman tentang kejadian preoperasi dan pasca operasi, melaporkan berkurangnya perasaan cemas atau gugup, ekspresi ceria.


INTERVENSI
RASIONAL
1.       Jelaskan apa yang terjadi selama periode praoperasi dan pasca operasi, persiapan kulit, alasan status puasa, obat-obatan praopeasi, tinggal diruang pemulihan, dan program pasca operasi informasikan pasien bahwa obat nyeri sebelum nyeri menjadi berat.
2.       Ajarkan dan usahakan pasien untuk :
  1. Nafas dalam
  2. Berbalik
  3. Turun dari tempat tidur
  4. Membabat bagian yang dibedah ketika batuk
Jika ada, gunakanlah program audiovisual untuk membedakan khusus.
3.       Biarkan pasien dan orang terdekat mengungkapkan perasaan tentang pengalaman pembedahan. Perbaiki jika ada yang kekeliruan konsep. Rujuk pernyataan khusus tentang pembedahan kepada ahli bedah.



4.       Lengkapi daftar aktivitas pada daftar cek praoperasi (Apendiks K). Beritahu dokter jika ada kelainan dari hasil tes laboratorium praoperasi.

5.       Tegaskan penjelasan-penjelasan dari dokter. 
Pengetahuan tentang apa yang diperkirakan membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan kerjasama pasien selama pemulihan. mempertahankan konstan memberikan
kontrol. nyeri terbaik



Untuk mendorong keterlibatan pasien dalam perawatan diri.











Dengan mengungkapkan perasaan membantu pemecahan masalah dan memungkinkan pemberi perawatan untuk mengidentifikasi kekeliruan yang dapat menjadi sumber kekuatan orang terdekat adalah  sistem .
Pendukung bagi pasien. Agar efektif, system pendukung harus mempunyai mekanisme yang kuat.
Daftar cek memastikan semua aktivitas yang diperlukan telah lengkap. Aktivitas tersebut dirancang untuk memastikan pasien telah siap secara fisiologi, untuk pembedahan, sehingga mengurangi resiko lamanya penyembuhan. 
Pengulangan-pengulangan tersebut mendorong untuk belajar.

2.       Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Tujuan : pasien tidak merasa takut, postur tubuh rileks, tidak mengeluh nyeri atau nyeri berkurang .

INTERNVENSI
RASIONAL
1.   Pantau :
  1. Tekanan darah, ,nadi dan pernafasan   setiap 4 jam
  2. Intensitas nyeri
  3. Tingkat kesadaran

2. Berikan obat analgetik jika dibutuhkan dan evaluasi keefektifannya. berikan obat analgestik sesuai dengan nyeri yang dirasakan pasien.
  1. Nyeri ringan-analgetik oral-oral non-narkotik.
  2. Nyeri sedang-analgetik orl-oral narkoti atau obat entiinflamasi nonsteroid (nsaid) seperti torodal.
  3. Nyeri hebat-analgetik narkotik secara parenteral.
3. Memberitahu dokter jika nyeri bertambah buruk atau tidak ada respons terhadap analgetik yang diberikan sampai pemberian obat selanjutnya. 
4. Memberitahukan dokter efek yang merugikan dari analgesik narkotik dan intervensi dengan tepat:
a. Depresi pernafasan
1)       pernafasan tidak teratur kurang dari 12 menit.
2)       berikan nalokson hci(narcan) iv sesuai pesanan.
3)       berikan separuh dosis obat narkotik selama pengaruh anesta.

Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan


Pasien yang paling dapat menilai intensitas  nyeri, sebab nyeri adalah pengalaman subyektif. Analgesik yang kuat diperlukan untuk nyeri yang lebih hebat.









Ini merupakan indikasi bahwa perlu analgesik yang lebih besar bila mulai ada komplikasi.







Defresi pernafasan adalah efek samping yang paling utama dari analgetik narkotik antagonis..
                 
b. Sedasi
Jika pasien sulit untuk bangun, kurangi jumlah analgesik dan hindarkan pemberian obat yang lain yang menyebabkan penekanan system syaraf pusat (hipnotik).
c.   Konstipasi
Anjurkan masukan cairan bebas, makanan tinggi serat dan lunak fases.
d.   Retensi Urin
Kateter dianjurkan jika pasien mengeluh tidak mampu untuk mengeluarkan urine walaupun dengan mengedan yang menyertai distensi suprapubis.
5.  Bantu pasien untuk
 mengambil posisi yang nyaman. Tinggikan ekstremitas yang terasa sakit. Tekuk lutut dengan menggunakan bantal atau penyokong lutut ditempat tidur untuk menurunkan ketegangan otot-otot perut setelah tindakan bedah atau bila ada nyeri dipunggung.
6. Pakai kompres es atau kompres panas (kalau tidak ada kontraindikasi). Hindarkan kompres panas untuk luka dan insisi baru.
7. Ajarkan pasien teknik bernafas berirama untuk nyeri yang ringan sampai yang sedang dalam hubungannya dengan nyeri yang lain meringankan intervensi.

Sedasi yang berlebihan adalah gejala-gejala takar lajak obat. Pasien dengan gagal ginjal, penyakit hepar dan lanai adalah paling mudah terkena efek samping takar lajak obat.

 Kontipasi adalah masalah bagi yang menggunakan analgetik narkotik yang lama.


Rertensi urine lebih sering terjadi pedang analgetik narkotik, yang mengontrol nyeri kuat





Tempatkan tubuh pada posisi yang nyaman untuk mengurangi penekanan dan mencegah untuk mengurangi penekanan  dan mencegah otot-otot tegang membantu menurunkan rasa tidak nyaman.




Dingin mencegah pembengkakan. Panas melemaskan otot dan pembuluh darah berdilatasi untuk meningkatkan sirkulasi.

Distaksi mengganggu stimulas nyeri dengan mengurangi rasa nyeri. Distaksi tidak mengubah intensitas nyeri. Paling baik digunakan untuk periode pendek pada nyeri ringan sampai sedang.
.8. Berikan istirahat sampai nyeri hilang. Kurangi kebisingan dan sinar yang terang. Jaga kehangatan pasien dengan selimut ekstra.
Istirahat menurunkan pengeluaran energi. Vasokonstruksi perifer terjadi pada nyeri hebat dan menyebabkan pasien panas merasa dingin. Biasanya rangsangan lingkungan yang kuat, memperhebat persepsi pasien.




3.       Resiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan pembedahan.
Tujuan : tidak ada infeksi tidak ada pendarahan, penyembuhan luka.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Pantau keadaan tepi luka ketika     mengganti verban.

2. Agar pasien menahan insisi abdomen ketika batuk.
3. Jika terjadi dehisens, tutup insisi dengan verban steril yang dibasahi larutan saline untuk melindunginya. Beritahu dokter.
4. Berikan perawatan luka dengan menggunakan teknik aseptik yang ketat.
Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
Untuk mencegah tegangan pada jahitan.
Lembab melindungi jaringan agar tidak mengering.


Infeksi luka adalah penyebab utama dehisens.

4.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan resensi perkemahan akurat, insisi pembedahan, dan inflamasi skrotum sekunder terhadap herntrofi.
Tujuan : Urine jerih kuning atau kekuning-kuningan, berkemah tanpa keluhan ketidak nyamanan, suhu 37o, luka sembuh, SDP diantara 5000-10.000/mm3. 
INTERVENSI
RASIONAL
1.       Pantau
a.    Untuk kesulitan berkemih setiap 8 jam.
b.    Masukkan dan keluaran setiap 8 jam.
c.    Warna dan ukuran skrotum setiap hari.
d.    Penampilan luka pada penggantian balutan.
e.    Suhu setiap 4 jam.
2. Laporkan pada dokter temuan tentang:
a.    Ketidakmampuan berkemih disertai dengan distensi suprapubis
b.   Sering kemih dengan jumlah sedikit. Katerisasi sesuai pesanan.
3. Konsultasi dokter bila pasien mengalami bengkak dan ekimosis skrotum atau nyeri berkemih dengan bau tak sedap, urine keruh. Berikan kompres es dan sokong scrotal sesuai pesanan. Berikan antibiotik yang diprogramkan. Tingkatkan masukan cairan sampai sedikitnya 2-3 setiap hari.

Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyampaian dari hasil yang diharapkan.






Temuan ini menandakan retensi perkemihan akut dan memerlukan katerisi untuk mengosongkan kandung kemih. Retensi perkemihan meningkatkan risiko infeksi saluran kemih.

Temuan ini menandakan infeksi kompres dingin dan peninggian  membantu menghilangkan bengkak. Antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi. Cairan membantu pembilasan ginjal dan meningkatkan antibiotik lebih baik.

5.       Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik sekunder terhadap pembedahan.
Tujuan : mengidentifikasi area kebutuhan dan mengungkapkan ADL terpenuhi.


INTERVENSI
RASIONAL
1. Tentukan tingkat bangunan yang diperlukan. Berikan bantuan dengan ADL sesuai keperluan. Membiarkan pasien melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya.
2. Berikan waktu yang cukup bagi pasien untuk melaksanakan sktivitas.
3. Instruksikan pasien adaptasi diperlukan untuk melaksanakan ADL. Dimulai dengan tugas yang mudah dilakukan dan berlanjut sampai tugas yang sulit. Berikan pujian untuk keberhasilan tersebut.
Untuk mendorong kemandirian





Membebani pasien dengan aktivitas menyebabkan frustasi.

Untuk mendorong kemandirian pujian memotivasi untuk terus belajar.






6.       Resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri saat pasien pulang.
Tujuan : Menyatakan mengerti tentang instruksi, melaksanakan dengan tepat keterampilan perawatan diri yang diperlukan.

INTERVENSI
RASIONAL
1.       Pastikan pasien memiliki instruksi tertulis tentang perawatan diri dan perjanjian untuk kunjungan evaluasi.
2.       Ajarkan dan biarkan pasien merawat luka jika penggantian verban perlu dilakukan di rumah. Tekankan pentingkan mencuci sebelum dan sesudah merawat luka




3.       Evaluasi kebutuhan bantuan perawatan di rumah tersedianya sistem pendukung yang memadai untuk memberikan bantuan yang diperlukan. Hubungi perencana atau pemulangan pasien untuk mengatur bantuan perawatan di rumah jika memerlukan bantuan tetapi tidak mempunyai system pendukung di rumah.
4.       Instruksikan pasien untuk memberitahu dokter jika terjadi infeksi luka, kemerahan, nyeri tekan, drainase, demam.
5.       Pastikan pasien mempunyai persediaan yang cukup untuk perawatan luka dan resep untuk analgetik.
Instruksi verbal akan mudah terlupakan


Praktik akan membantu pasien mengembangkan keyakinannya dengan perawatan diri. Juga  memungkinkan perawat mengevaluasi kemampuan pasien melaksanakan keterampilan tersebut sendiri dan menentukan apakah diperlukan bantuan. Tindakan untuk mencegah infeksi harus dilanjutkan sampai luka benar-benar sembuh.
Layanan sosial atau perencanaan pemulangan pasien berfungsi sebagai penghubung yang penting untuk memindahkan pasien ke lingkungan rumah atau fasilitas perawatan luar untuk memastikan kelanjutan penyembuhan atau rehabilitasi.




Diperlukan antibiotik untuk mengatasi infeksi.



Persediaan penting untuk mengurangi kecemasan yang pada umumnya berhubungan dengan pemulangan pasien. Analgetik memberi kenyamanan dan mendorong untuk tidur.
6.       Instruksikan agar pasien beristirahat sepanjang hari, secara bertahap melakukan aktivitas serta menghindari benda-benda berat dan latihan yang berlebihan.
Pembedahan adalah stresor.

DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansyur, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, EGC, Jaharta
Brunner & Suddarth, 2001,  Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol, EGC, Jakarta

Carpenito, Lynda Juall, 1995, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6, EGC, Jakarta

Carpenito, Lynda Juall, 1995, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2, EGC, Jakarta

Engram, Barbara,1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, EGC, Jakarta

Gayton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, EGC,  Jakarta

Gibson, John, MD, 1995, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, EGC, Jakarta

Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi VI,  EGC, Jakarta

Keliat, B.A. 1994, Proses Keperawatan, Arcan, Jakarta 

Made Kusala Girl, Farid Nur Mantu, 2000, Hernia Inguinalis Lateralis pada Anak-anak, Laboratorium Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang

Marrilyn. E. Doengoes, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 EGC, Jakarta

Polaski, Arlene L, 1996, Luckman’s Core Principles and practice of Medical Surgical Nursing, , W.B Saunders Company, Philadelphia

Soeparman A. Sarwono Waspadji, 1990, Ilmu Penyakit Dalam jilid II, , UI, Jakarta

Susan Martin Tucker, 1999, Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hernia terlihat sebagai suatu tonjolan yang hilang timbul lateral terhadap tuberkulum pubikum, tonjolan timbul apabila pasien menangis, mengejan, atau berdiri dan biasanya menghilang secara spontan bila pasien dalam keadaan istirahat atau terlentang.
Insiden hernia pada populasi umum adalah 1%, dan pada bayi prematur 5%. Laki-laki paling sering terkena (85% kasus). Setengah dari kasus-kasus hernia inguinalis selama kanak-kanak terjadi pada bayi di bawah 6 bulan. Hernia pada sisi kanan lebih sering daripada sisi kiri (2: 1). 25% pasien menderita hernia bilateral. Sedangkan insiden tertinggi adalah pada masa bayi 9 lebih dari 50%), selebihnya terdapat pada anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun.
Oleh karena itu perlu kiranya mengetahui bagaimana penyakit tersebut sehingga dapat diputuskan tindakan secara tepat, apalagi insiden yang terjadi pada anak-anak, maka sangat diperlukan suatu tindakan secara dini dan tepat.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum:
Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan Hernia Inguinalis
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui pengkajian pada penyakit hernia inguinalis
b. Mengetahui pengertian pada penyakit hernia inguinalis
c. Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi hernia inguinalis
d. Mengetahui evaluasi yang di harapkan
C. RUANG LINGKUP
Makalah ini pada dasarnya membahas mengenai Asuhan Keperawatan Hernia inguinalis dan berbagai masalah yang berkaitan dengan Hernia inguinalis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Hernia adalah masuknya lapisan perut (kadang-kadang disertai dengan isi perut, seperti usus) ke dalam kantong kemaluan atau lipat paha. Hal tersebut karena ada gangguan dalam pembentukan alat genetalia eksterna.
Hernia pada umumnya berbentuk lonjong, tidak terbatas tegas, kenyal-kenyal dan karena isinya lebih padat, maka tidak tembus bila disorot sinar. Pada umumnya, hernia merupakan benjolan yang hilang timbul.
Bagian hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia itu sendiri. Isi hernia x’usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum). Bila ada bagianlemah dari lapisan otot dinding perut, maka usus det keluar ke tempat yang tidak seharusnya yakni bisa diafragma, lipatan paha, atau di pusar. Umumnya hernia tidak menyebabkan nyeri namun akan terasa bila hernia terjadi pada cincin hernia.
B. KLASIFIKASI
1. Hernia ke ducible / reversible
Dimana jaringan yang keluar mudah dikembalikan ke dalam rongga abdomen.
2. Hernia irreducible
Dimana jaringan yang keluar tidak dapat dikembalikan dengan mudah ke dalam rongga abdomen karena adanya perlekatan pada kantung.
3. Hernia strangulata
Leher kantong yang bekerja sebagai penahan menyumbat aliran darah, lumen usus tersumbat dan usus sendiri akan menjadi gangrene dalam waktu beberapa jam.
4. Hernia insisional
Kantung hernia memasuki celah bekas sayatan operasi. Biasanya luka yang pernah terkena infeksi.
5. Hernia igninalis
Kantung hernia memasuki celah inguinalis. Hernia ini mengikuti funikulus spermatikus atau ligamentum teres uteri. Hernia dapat dimulai pada cincin inghinalis yang lemah (direct) tanda-tandanya ada benjolan pada region inguinalis.
C. PATOFISIOLOGI
Pemijatan ke arah atas dapat menyebabkan isi benjolan tersebut pecah atau membengkak, sehingga menyebabkan keadaan berbahaya. Hernia dilipat paha pada umumnya memerlukan tindakan operasi. Biasanya luka operasi akan sembuh dalam beberapa hari saja.
Infeksi akibat hernia menjadikan penderita merasakan nyeri yang hebat dan infasi tersebut akhirnya menjalar dan meracuni seluruh tubuh. Jika sudah terjadi keadaan seperti itu, maka harus sangat ditangani dan dokter karena dapat mengancam nyawa penderita.
Hernia dapat berbahaya bila sudah terjadi jepitan isi hernia atau cincin hernia. Pembuluh darah di daerah tersebut lama kelamaan akan mati dan akan terjadi penimbunan racun. Jika dibiarkan terus, maka racun tersebut akan menyebar ke seluruh darah perut sehingga dapat menyebabkan terjadi infeksi di dalam tubuh.
D. PENYEBAB / ETIOLOGI
Hernia dapat terjadi pada semua umur, baik tua atau muda. Pada kanak-kanak atau bayi, lebih sering disebabkan kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya fetus atau buah zakar. Biasanya sering terkena hernia adalah bayi atau anak laki-laki. Pada orang dewasa hernia terjadi karena adanya tekanan yang tinggi dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena faktor usia.
Tekanan dalam perut yang meningkat dapat disebabkan batuk yang kronik, susah buang air besar, adanya pembesaran prostate pada pria serta orang yang sering mengangkut barang-barang berat.
Hernia akan meningkat seiring dengan penambahan umur. Disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyangga yang menyebabkan tekanan di dalam perut meningkat.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Menangis terus
2. Muntah
3. Distensi abdomen
4. Feces berdarah
5. Nyeri bila sudah ditemukan komplikasi
6. Benjolan yang hilang timbul di paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan dan menghilang setelah berbaring
7. Gelisah, kadang-kadang perut kembung
8. Konstipasi
9. Tidak ada flatus
F. PENATALAKSANAAN
Sebenarnya tidak semua hernia harus diOP. Bila jaringan hernia masih dapat dimasukkan kembali, maka tindakannya adalah hanya menggunakan penyangga atau korset untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Pada anak/bayi, reposisi spontan dapat terjadi karena cincin hernia pada anak lebih elastis. Bila sudah tidak dapat direposisi, maka satu-satunya tindakan harus dilakukan adalah melalui operasi.
Tindakan bedah pada hernia adalah herniotomi dan herniorafi. Pada bedah efektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong diikat dan dilakukan Bassiny Plasty atau teknik yang lain untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
G. PATHWAY
Terlampir.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka op
2. Resti kurang volume cairan berhubungan dengan input yang kurang adekuat dan output yang berlebih (muntah setelah op)
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka op
4. Resti infeksi berhubungan dengan luka op
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang penyakit
I. DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, L.J. 1997. Buku Saku Keperawatan. Edisi VI. Jakarta: EGC.
2. Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.
3. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. Jakarta: EGC.
4. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jakarta: EGC

No comments:

Post a Comment